Follow My Blog

Jumat, 19 Oktober 2012


Mengemas Limbah Kertas Jadi Bisnis Berkelas
KONTAN/CHEPPY A. MUCHLIS
Produk daur ulang kertas sudah kian jamak di pasaran. Ini membuktikan, ada pangsa pasar untuk produk kreatif ini. Kreativitas mengolah limbah kertas ini bisa menghasilkan keuntungan cukup besar, sementara modal yang dikeluarkan minim.
Produk dari daur ulang kertas memang bukan barang baru di Tanah Air. Sejak tahun 1990-an, produk ini sudah mulai dikenal masyakarat dan sempat booming karena keunikannya.
Jenis produk yang bisa dihasilkan dari daur ulang kertas ini juga terus berkembang. Semula wujudnya hanya frame atau pigura foto dan blocknote. Lalu, bermunculan kreasi produk-produk baru seperti wadah tisu, kotak perhiasan, kotak hantaran, dan kotak kado. Sekarang, produk semacam ini mudah ditemui di pasaran. Yang membedakan produk yang satu dengan yang lain adalah desain, bentuk, dan warna yang kian kreatif.
Isu-isu seputar go green yang masih bergaung hingga sekarang membuat produk-produk dari daur ulang kertas ini semakin diminati. Biasanya, produk-produk dari daur ulang kertas ini dijadikan suvenir dalam berbagai acara.
Tren batik beberapa tahun terakhir juga membuat pamor produk-produk dari daur ulang kertas kian bersinar. Sebab, produk-produk dari bahan bubur kertas yang berkesan etnik ini pas bersanding dengan barang-barang yang dibuat dengan teknik batik. "Masih terbuka pasarnya. Produk frame foto yang merupakan jenis produk paling lawas pun permintaannya masih banyak," kata Diana Herawanti, pemilik Spinifex, perajin produk daur ulang kertas di Bantul.
Pengusaha lain dari Yogyakarta, Dicka Armitasari, juga cukup optimistis dengan peluang bisnis produk yang memanfaatkan limbah ini. "Toko-toko kerajinan cukup banyak, toko-toko batik juga banyak. Jadi, produk-produk kertas daur ulang ikut berpeluang diminati pasar," kata Dicka, yang baru memulai usaha ini tahun 2009.
Hingga saat ini, baik Diana maupun Dicka masih melayani konsumen dari wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. "Yang datang ke saya biasanya beli untuk dijual kembali," kata Diana.
Dalam sebulan, Diana bisa memproduksi 3.000 unit produk dengan omzet Rp 15 juta hingga Rp 20 juta per bulan. Sementara itu, Dicka sebulan bisa mendapat pesanan sampai 1.000 unit produk dengan omzet Rp 5 juta hingga Rp 7,5 juta. Keuntungan yang mereka dapat bisa mencapai 50 persen dari omzet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar